Effendi, Chesa (2019) Penarikan Diri Negara Pihak Statuta Roma 1998 untuk Menghapuskan Kewenangan ICC terhadap Kejahatan Internasional yang Dilakukan Sebelum Penarikan Diri : Kasus Burundi dan Filipina. [Undergraduate thesis]
Preview |
PDF
HI_416_Abstrak.pdf Download (40kB) | Preview |
Abstract
Statuta Roma 1998 adalah perjanjian internasional yang menjadi dasar berdirinya suatu pengadilan pidana internasional yang diberi nama International Criminal Court (ICC). ICC adalah pengadilan pidana internasional permanen pertama di dunia dengan yurisdiksi untuk mengadili individu yang bertanggung jawab atas kejahatan paling serius di bawah hukum internasional, yaitu genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Burundi dan Filipina merupakan negara-negara yang menjadi pihak dalam Statuta Roma 1998 dan secara otomatis telah menerima yurisdiksi ICC terhadap kejahatan serius yang diatur dalam Statuta Roma 1998. Namun pada tahun 2016 ICC mengambil tindakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Pemerintah Burundi atas suatu dugaan kejahatan kemanusiaan yang terjadi dalam masa kudeta Pierre Nkurunziza. Hal yang sama terjadi pula pada Filipina dimana pada tahun 2018 ICC melakukan pemeriksaan terhadap Presiden Filipina Rodrigo Duterte atas dugaan kejahatan kemanusiaan yang muncul dari kebijakannya yang dinamakan war on drugs. Kedua negara ini kemudian melakukan penarikan diri untuk menyikapi pemeriksaan yang dilakukan oleh ICC dan berharap dapat menghapuskan kewenangan ICC terhadap kejahatan kemanusiaan yang terjadi. ICC adalah suatu perjanjian internasional yang memang mengatur secara jelas mengenai penarikan diri negara-negara pihaknya dalam pasal 127. Namun hal ini tidak serta-merta membuat negara pihak dapat lari dari kewenangan ICC terhadap kejahatan serius yang telah terjadi karena ICC juga turut mengatur ketentuan penarikan diri berdasarkan Pasal 127 ayat (2) Statuta Roma. Beberapa ketentuan tersebut adalah untuk tetap bekerja sama dengan ICC terhadap investigasi dan proses-proses yang telah ada sebelum penarikan diri efektif dan untuk tidak berpraduga terhadap pertimbangan-pertimbangan yang dibuat oleh ICC. Selain itu ICC masih memiliki wewenang terhadap Burundi dan Filipina berdasarkan pasal 7 tentang kejahatan kemanusiaan dan pasal 12 tentang negara pihak yang harus menghormati yurisdiksi ICC. Selain itu terdapat Pasal 70 ayat (1) huruf b Konvensi Wina 1969 yang menyatakan pengakhiran perjanjian internasional yang dilakukan oleh negara pihaknya tidak akan mempengaruhi hak, kewajiban, dan situasi hukum yang telah ada sebelum pengakhiran perjanjian dilakukan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah diatur, dapat dikatakan bahwa Burundi dan Filipina tidak dapat menggunakan penarikan dirinya dari Statuta Roma sebagai cara untuk menghapuskan kewenangan ICC terhadap kejahatan serius yang telah terjadi.
Item Type: | Undergraduate thesis |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Penarikan Diri, Statuta Roma, Kejahatan Kemanusiaan, Yurisdiksi, Perjanjian Internasional, Burundi, Filipina, Konvensi Wina, Proprio Motu, War On Drugs |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law |
Depositing User: | Masyhur 196042 |
Date Deposited: | 29 Aug 2019 07:15 |
Last Modified: | 29 Aug 2019 07:15 |
URI: | http://repository.ubaya.ac.id/id/eprint/36059 |
Actions (login required)
View Item |