Mandiana, Sari (2001) Realisasi Penerimaan Bea Masuk Melalui Schikking (Penyelesaian Perkara di Luar Sidang Pengadilan) Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, diwilayah Kantor Bea dan Cukai Daerah Tingkat I Jawa Timur. Jurnal Yustika, 4 (2). pp. 154-173. ISSN 1410-7724
Preview |
PDF
Mandiana_Realisasi Penerimaan_Abstract_2001.pdf - Published Version Download (65kB) | Preview |
PDF
Mandiana_Realisasi Penerimaan_2001.pdf - Published Version Restricted to Registered users only Download (530kB) | Request a copy |
|
Preview |
PDF
Mandiana_Realisasi Penerimaan_References_2001.pdf - Published Version Download (57kB) | Preview |
Abstract
UU No. 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan merupakan bagian dari hukum fiskal harus dilaksanakan secara efektif dan efisien. Untuk itu bagi pengguna jasa kepabeanan yang tidak mematuhi ketentuan UU No. 10 Tahu 1995 diterapkan sanksi administrasi. Disamping sanksi administrasi, sebenarnya dikenal pula adanya penyelesaian perkara di luar peradilan yang lazim dikenal dengan SCHIKKING sebagaimana diatur dalam pasal 113 UU No. 10 tahun 1995. Hakekat daripada schikking adalah melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda empat kali jumlah bea masuk yang tidak atau kuran dibayar. Tetapi sangat disayangkan dengan dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1995, Kantor Bea dan Cukai Daerah Tingkat I Jawa Timur tidak menerapkan schikking lagi. Ditiadakannya lembaga schikking tersebut, karena pelanggaran administrasi tersebut dikategorikan sebagai tidak pidana penyelundupan phisik (pasal 113 ayat 2 UU No.10 Tahun 1995) yang diidentikan dan ditafsirkan sebagai penyelundupan administrasi biasa dengan penerapan sanksi administrasi. Patut diketahui, baik dari sisi tindak pidananya maupun sanksinya, lembaga schikking memiliki perbedaan yang mencolok dan cukup besar apabila dilihat dari nilai transaksi maupun jumlah sanksi administrasinya. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelanggaran dibidang administrasi dari tahun ke tahun menunjukan kenaikan drastis, yakni dari 110% menjadi 147% dan pada tahun 1999-2000 menjadi 233%. Salah satu indikasi adalah ringannya penerapan sanksi administrasi murni yang selalu diterapkan pada pelanggaran dibidang kepabeanan. Oleh sebab itu lembaga schikking harus dihidupkan kembali. Selain untuk menambah pemasukan uang negara, yang sangat penting adalah untuk menghentikan tidak pidana penyelundupan itu sendiri dari segi criminal policy.
Item Type: | Article |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | UU No.10 Tahun 1995, Schikking, Penanggulangan Penyelundupan |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law |
Depositing User: | Eko Setiawan 194014 |
Date Deposited: | 25 Jul 2012 01:18 |
Last Modified: | 24 Mar 2021 14:20 |
URI: | http://repository.ubaya.ac.id/id/eprint/824 |
Actions (login required)
View Item |