Sahetapy, Elfina Lebrine (2011) Pemenuhan Hak Korban Trafficking dalam Sistem Peradilan Pidana. In: Seminar Kongres Workshop Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia , 16-17 November 2011, Semarang. (Submitted)
Preview |
PDF
Seminar Kongres workshop.pdf Download (159kB) | Preview |
Abstract
Perdagangan orang atau Trafficking dapat mengambil korban dari siapapun, baik orang dewasa laki-laki maupun perempuan, dan terlebih lagi anak-anak yang pada umumnya berada dalam kondisi rentan. Berdasarkan pada beberapa hasil penelitian yang pernah dUakukan, ditemukan bahwa perempuan dan anak-anak merupakan korban trafficking yang paling banyak jumlahnya. lni menempatkan mereka pada posisi yang sangat berisiko khususnya yang berkaitan dengan kesehatan, baik fisik, mental dan spiritual. Di samping itu, mereka juga seringkali menjadi korban kekerasan, kehamilan yang tidak dikehendaki, infeksi penyakit seksual termasuk HIV/AIDS. Tentunya kondisi ini lambat laun akan membawa dampak yang fatal bagi perempuan sebagai ibu bangsa dan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Korban Perdagangan Orang yang t~lah mengalami penderitaan dan kerugian akibat terjadinya suatu tindak pidana seharusnya mendapatkan suatu pemenuhan atas haknya yakni mendapatkan restitusi sebagaimana yang diamanatkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Mengacu pada Pasal 48 ayat 1 disebutkan bahwa setiap korban atau ahli warisnya berhak untuk mendapatkan restitusi. Namun dalam kenyataannya, sesuai dengan kesaksian dari para korban, mereka tidak mendapatkan restitusi dalam bentuk apapun melalui suatu putusan pengadifan. Dalam hal ini, Pemerintah diharapkan untuk segera melakukan upaya dan til"'dakan melalui koordinasi dengan aparat penegak hukum khususnya para jaksa dan hakim agar di dalam memutus perkara-perkara yang terkait dengan kasus trafficking harus disertai pula dengan pemberian hak korban yakni restitusi. Di samping itu, Pemerintah diharapkan untuk melakukan revisi temadap Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 yang hanya mengatur tentang pelaksanaan pemberlakukan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM yang berat saja. Adapun pengaturan tentang minimum dan maksimum nominal dari restitusi ataupun bentuk lain dari restitusi dan tata cara pelaksanaan mendapatkan restft.usi bagi korban perdagangan orang . belum dituangkan dalam suatu Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana.
Item Type: | Conference or Workshop Item (Paper) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | perdagangan orang |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law |
Depositing User: | Eko Setiawan 194014 |
Date Deposited: | 26 Mar 2014 06:56 |
Last Modified: | 04 Mar 2024 07:45 |
URI: | http://repository.ubaya.ac.id/id/eprint/8872 |
Actions (login required)
View Item |